CATATAN: Persibo Di AFC Cup, Wujud Topeng Profesionalisme Ala Kadarnya

Kamis, 14 Maret 20130 komentar

Kalah menang dalam sepakbola merupakan hal biasa, tapi tidak menjadi biasa bila melihat apa yang ada di baliknya.
“Ini kekalahan yang memalukan. Harus diakui, kualitas pemain kami masih di bawah. Bagaimana tidak, mereka belum punya pengalaman bermain di kompetisi ISL [Indonesia Super League] maupun IPL [Indonesian Premier League].”

Pernyataan itu dikeluarkan pelatih Persibo Bojonegoro Gusnul Yakin usai tim besutannya dibantai tujuh gol tanpa balas oleh New Radiant di matchday kedua Piala AFC 2013 di Stadion Manahan, Solo, Selasa (12/3).

Persibo yang menjadi salah satu wakil Indonesia di Piala AFC tahun ini harus menelan kekalahan telak 7-0 di Stadion Manahan, Solo. Sebelumnya, klub Indonesia yang pernah menelan kekalahan di kandang di ajang Piala AFC adalah Persiwa Wamena pada 2010, dan Arema IPL di 2012.

Namun kekalahan Persibo merupakan paling buruk yang pernah dialami klub Indonesia di kompetisi antarklub kasta kedua Asia tersebut sejak ikut pada 2009. Di 2010, Persiwa yang bermain di Stadion Gajayana dikalahkan klub Maladewa VB Sport 3-2 dan South China (Hong Kong) 2-0. Sedangkan Arema IPL dibekap Kelantan FA (Malaysia) 3-1, juga di Stadion Gajayana.

Kalah menang dalam sepakbola memang hal biasa. Namun kekalahan ini membuka sesuatu di balik profesionalisme klub. Pengelolaan manajemen klub dan liga yang tidak beres memberikan imbas kepada persiapan tim, mengingat Persibo sudah diputuskan PSSI sebagai wakil Indonesia di Piala AFC sejak Agustus 2012.

Dengan rentang waktu enam bulan, seharusnya klub mempunyai persiapan lebih dari cukup menghadapi ajang ini. Namun persiapan bagus hanya dilakukan Semen Padang, yang mendapatkan hasil jauh lebih baik dibandingkan Persibo. PSSI maupun PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) semestinya bisa melihat kondisi anggotanya.

Tanda-tanda ketidaksiapan Persibo sebetulnya sudah terlihat dari sebelum berlangsungnya Piala AFC yang dimulai pada 26 Februari. Persibo dipaksa menjalani kompetisi, kendati tidak siap melakoninya.

“Kami tetap berusaha mengikuti Piala AFC 2013. Tapi, mengenai pendaftaran pemain Persibo yang akan diterjunkan di Piala AFC, saya tidak berani berbicara banyak, khawatir ada yang tersinggung,” ujar manajer Persibo Nur Yahya dikutip laman Antara
.
Skuad Persibo Bojonegoro
Dengan tim seadanya, dan sebagian besar belum dikontrak, Persibo melakoni laga Community Shield melawan Semen Padang sebelum tampil di Piala AFC. Pasca pertandingan, Persibo sempat tertahan di Padang, karena tidak memiliki uang membeli tiket pesawat untuk pulang ke Bojonegoro.

Situasi seperti ini sungguh ganjil, mengingat klub seharusnya sudah bisa memperkirakan kebutuhan tim. Sangat mengherankan klub berlabel profesional tidak bisa pulang ke kotanya dengan dalih tidak memiliki dana membeli tiket pesawat.

Selanjutnya, Persibo bertolak ke Myanmar dengan hanya membawa 15 pemain menjalani laga perdana Grup F. Di sini, kembali terlihat ketidakprofesionalan klub dalam melakoni pertandingan di ajang internasional. Kenyataannya, hanya 12 nama saja yang berhak masuk ke dalam daftar pemain melawan Yangon United. Tiga nama lainnya?

Gusnul mengungkapkan, 25 pemain sudah didaftarkan ke konfederasi sepakbola Asia (AFC), namun banyak yang ditolak, karena ketidaklengkapan administrasi dan dokumen. Ancaman sanksi Rp2 miliar bila mundur dari kompetisi membuat Persibo memilih nekat mengikuti ajang ini. Hasilnya, Persibo dibekap Yangon United tiga gol tanpa balas.
Yangon United vs Persibo Bojonegoro
Ketidaksiapan administrasi pemain juga masih terlihat di laga kedua melawan New Radiant. Uniknya, kiper Danang Wihatmoko bisa tampil memperkuat Persibo di laga Indonesian Premier League (IPL) ketika mengalahkan PSM Makassar 2-0, dan dikalahkan Perseman Manokwari 1-0, namun ia tidak masuk daftar pemain saat digasak New Radiant. Dari lima pemain cadangan, tak ada satu pun yang berposisi penjaga gawang.

Di pertandingan itu, hanya Happy Kurniawan Dwi Putra yang terdaftar sebagai kiper Persibo. Bila dilihat dari jam terbang, Danang jelas memiliki pengalaman lebih banyak. Danang pun dijadikan kiper utama di dua laga IPL. Dari masalah ini, terlihat samar permasalahan administrasi pemain kembali menjadi ganjalan. Bila permasalahan paspor, dokumen negara itu bisa diselesaikan hanya dalam waktu satu hari, paling lama dua hari.

Kondisi tidak jauh berbeda juga dialami Alex Robinson. Walau tampil di kompetisi IPL 2013, Robinson tak masuk ke dalam daftar di dua laga Piala AFC. Berdasarkan regulasi ofisial dan pemain Piala AFC 2013 bagian 4 artikel 34d, hanya tiga pemain asing yang bisa didaftarkan. Namun di bagian 4 artikel 34e, klub bisa mendaftarkan satu pemain asing lagi dari kawasan Asia, karena akan dianggap sebagai pemain lokal.

Han Jiho merupakan pemain Asia dari Korea. Dengan demikian, ia dianggap sebagai pemain lokal. Dari regulasi yang sama di bagian 4 artikel 37c, setiap klub diperbolehkan menurunkan tiga pemain asing, dan satu pemain Asia secara bersamaan. Sungguh mengherankan jika Robinson tidak bisa masuk dalam daftar pemain di dua laga Grup F.

Sebagai pemain asing, tentunya Robinson memiliki paspor, kecuali bila terbentur permasalahan administrasi lainnya. Artinya, itu bisa berkaitan dengan visa, international transfer certificate (ITC), atau pun administrasi lainnya. Uniknya, Robinson bisa dimainkan di kompetisi IPL 2013.

Persibo Bojonegoro vs New Radiant
Beberapa hari sebelum laga melawan New Radiant, Gusnul dengan yakin menyatakan keempat pemain asing yang dimiliki Persibo bisa dimainkan, termasuk Robinson. Namun kenyataan berbicara lain, Robinson kembali tak masuk ke dalam daftar pemain. Padahal, sosok Robinson dibutuhkan Gusnul untuk menambah kekuatan timnya yang banyak berisi pemain tidak berpengalaman.

Dari pemaparan di atas, bisa terlihat ketidakprofesionalan klub maupun pengelola kompetisi domestik. Sejumlah pemain, terutama legiun asing, tidak bisa dimainkan akibat terbentur permasalahan administrasi ketika berlaga di Piala AFC, namun mendapat toleransi dari pengelola kompetisi lokal.

Akibat adanya toleransi dari otoritas sepakbola nasional, dan pengelola liga domestik, yang hanya memikirkan 'yang penting kompetisi jalan', klub terlihat tidak berdaya ketika mentas di panggung internasional, dan berujung tercorengnya citra Indonesia di mancanegara.

Dibutuhkan kejujuran, dan bukan hanya topeng bermulut manis untuk mengatakan yang sesungguhnya dari para pengelola klub maupun liga di tanah air ini, agar tidak makin menjebloskan sepakbola Indonesia ke lubang lebih dalam.

@Goal.com
Share this article :